Rabu, 12 Agustus 2009

msakan sumatra utara

[sunting] Sumatera Utara

Tuak
Lemang
Arsik
Uyen
Tok-tok
Sambel hebi Roti Ketawa
Bika Ambon
Bolu gulung
Lapis legit
Kwetiau
Pangsit Pok pia
Pisang molen
Saksang
Tanggo-tanggo
Mutiara Bagan Siapi-api
Soto Medan

SUMATRA UTARA

Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan.
Provinsi ini terutama merupakan kampung halaman suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku bangsa Nias di pesisir Barat Sumatera, Mandailing, Jawa dan Tionghoa


[sunting] Geografi
Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1° - 4° Lintang Utara dan 98° - 100° Bujur Timur, Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km².
Sumatra Utara pada dasarnya dapat dibagi atas:
Pesisir timur
Pegunungan Bukit Barisan
Pesisir barat
Kepulauan Nias.
Kepulauan Batu.
Pulau Samosir di danau Toba.
Pesisir timur merupakan wilayah di dalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang relatif lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pesisir timur juga merupakan wilayah yang relatif padat konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya.
Di daerah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di pegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.
Pesisir barat biasa dikenal sebagai daerah Tapanuli.
Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Malaka.
Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di [[Gunung Sitoli.
Kepulauan Batu terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara kepulauan Nias.
Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia, Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.
Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120 hektar (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas 477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760 ha.
Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal transmigrasi


Sosial kemasyarakatan

[sunting] Suku bangsa
Sumatera Utara merupakan provinsi multietnis dengan Batak, Nias, dan Melayu sebagai penduduk asli wilayah ini. Sejak dibukanya perkebunan tembakau di Sumatera Timur, pemerintah kolonial Hindia Belanda banyak mendatangkan kuli kontrak yang dipekerjakan di perkebunan. Pendatang tersebut kebanyakan berasal dari etnis Jawa dan Tionghoa. Penyebaran suku-suku di Sumatra Utara, sebagai berikut :
Suku Melayu Deli : Pesisir Timur, terutama di kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Langkat
Suku Batak Karo : Kabupaten Karo
Suku Batak Toba : Kabupaten Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir
Suku Batak Mandailing : Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas, dan Mandailing Natal
Suku Batak Simalungun : Kabupaten Simalungun
Suku Batak Pakpak : Kabupaten Dairi dan Pakpak Barat
Suku Batak Angkola : Kabupaten Tapanuli Selatan, Batubara, dan Labuhan Batu
Suku Minangkabau : Kota Medan, Pesisir barat
Suku Aceh : Kota Medan
Suku Nias : Pulau Nias
Suku Jawa : Pesisir Timur
Suku Tionghoa : Perkotaan pesisir Timur.


Seni dan budaya

[sunting] Musik
Musik yang biasa dimainkan,cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan, tetapi lebih dominan dengan genderangnya.


[sunting] Tarian
Perbendaharaan seni tari tradisional meliputi berbagai jenis. Ada yang bersifat magis, berupa tarian sakral, dan ada yang bersifat hiburan saja yang berupa tari profan. Di samping tari adat yang merupakan bagian dari upacara adat, tari sakral biasanya ditarikan oleh dayu-datu. Termasuk jenis tari ini adalah tari guru dan tari tungkat. Datu menarikannya sambil mengayunkan tongkat sakti yang disebut Tunggal Panaluan.
Tari profan biasanya ialah tari pergaulan muda-mudi yang ditarikan pada pesta gembira. Tortor ada yang ditarikan saat acara perkawinan. Biasanya ditarikan oleh para hadirin termasuk pengantin dan juga para muda-mudi. Tari muda-mudi ini, misalnya morah-morah, parakut, sipajok, patam-patam sering dan kebangkiung. Tari magis misalnya tari tortor nasiaran, tortor tunggal panaluan. Tarian magis ini biasanya dilakukan dengan penuh kekhusukan.
Selain tarian Batak terdapat pula tarian Melayu seperti Serampang XII.

[sunting] Kerajinan
Selain arsitektur,tenunan merupakan seni kerajinan yang menarik dari suku Batak. Contoh tenunan ini adalah kain ulos dan kain songket. Ulos merupakan kain adat Batak yang digunakan dalam upacara-upacara perkawinan, kematian, mendirikan rumah, kesenian,dsb. Bahan kain ulos terbuat dari benang kapas atau rami. Warna ulos biasanya adalah hitam, putih, dan merah yang mempunyai makna tertentu. Sedangkan warna lain merupakan lambang dari variasi kehidupan.
Pada suku Pakpak ada tenunan yang dikenal dengan nama oles. Bisanya warna dasar oles adalah hitam kecokelatan atau putih.
Pada suku Karo ada tenunan yang dikenal dengan nama uis. Bisanya warna dasar uis adalah biru tua dan kemerahan.

[sunting] Makanan khas
Makanan Khas di Sumatera Utara sangat bervariasi, tergantung dari daerah tersebut. Saksang dan Babi panggang sangat familiar untuk mereka yang melaksanakan pesta maupun masakan rumah.
Misalkan seperti didaerah Pakpak Dairi, Pelleng adalah makanan khas dengan bumbu yang sangat pedas.
Di tanah Batak sendiri adalah dengke naniarsik yang merupakan ikan yang digulai tanpa menggunakan kelapa. Untuk cita rasa, tanah Batak adalah surga bagi pecinta makanan santan dan pedas juga panas. PASITUAK NATONGGI atau uang beli nira yang manis adalah istilah yang sangat akrab disana, menggambarkan betapa dekatnya Tuak atau nira dengan kehidupan mereka

Revitalisasi Tanda Budaya Etnik Di Sumatera Utara

Revitalisasi Tanda Budaya Etnik Di Sumatera Utara


PROVINSI Sumatera Utara dihuni berbagai etnik. Ada etnik asli dan ada pula etnik pendatang. Oleh karena itu, Provinsi Sumatera Utara adalah daerah yang dihuni oleh etnik yang sangat hererogen dan bermacam-macam.

Bahkan, ada yang menggambarkan hal ini dengan ungkapan yang sangat popular yaitu, “Sumatera Utara adalah miniatur Indonesia”. Dengan kata lain, hampir semua etnik yang ada di Indonesia dapat ditemukan di Provinsi Sumatera Utara. Suatu hal yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membina persatuan dan kesatuan sehingga terjalin rasa kebersamaan sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Etnik asli yang menghuni daerah Provinsi Sumatera Utara ini ada sebelas. Kesebelas etnik asli itu adalah: 1) Batak-Toba; 2) Karo; 3) Simalungun; 4) Angkola; 5) Mandailing; 6) Pakpak/Dairi; 7) Melayu; 8) Nias; 9) Pesisir-Sibolga (Tapanuli Tengah); 10) Lubu; dan 11) Ulu. Kesebelas etnik asli ini mempunyai kebiasaan dan kebudayaannya masing-masing. Adat istiadat, sistem kepercayaan, bahasa, sistem kekerabatan, dan sistem kemasyarakatan, umpamanya, di antara satu etnik dengan etnik yang lain pada kesebelas etnik ini mempunyai perbedaan dan tentu saja ada persamaannya.

Lalu ada pula perbeda-an yang kecil dan tidak terlalu jelas. Namun, terkadang perbedaan itu sangat besar, mendasar, dan bertolak belakang pula. Jadi, perbedaan-perbedaan itu, terutama untuk masalah-masalah yang mendasar, tentunya dapat menimbulkan bahasa yang tersendiri, bukan lagi merupakan dialek dari bahasa asalnya itu. Kata revitalisasi dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris revitalitation.

Menurut Kamus Bahasa Melayu Nusantara (2003:2275) kata revitalisasi berarti ‘perihal (pebuatan) menjadikan vital’. Sedangkan kata vital pula menurut Kamus Bahasa Melayu Nusantara (2003: 3006) berarti ‘sangat penting atau perlu sekali (untuk kehidupan dan sebagainya); amat penting atau amat diperlukan’. Jadi, pengertian revitalisasi ini secara umum adalah ‘usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali’.

Sehingga pengertian revitalisasi tanda budaya etnik di Sumatera Utara adalah usaha-usaha untuk menjadikan tanda budaya etnik di Sumatera Utara itu menjadi penting dan perlu sekali. Maksudnya yang lebih umum adalah usaha-usaha apa saja kiranya yang dapat dilakukan agar tanda budaya etnik di Sumatera itu menjadi penting dan bermanfaat bagi masyarakat Sumatera Utara umumnya.

Revitalisasi Tanda Budaya Etnik

Masyarakat Batak-Toba mempunyai filsafat adat yang penuh dengan ajaran moral dalam menghadapi kehidupan yang berisikan tantangan dan cobaan. Untuk itu, masyarakat Batak-Toba mempergunakan ungkapan yang menunjukkan adanya pemakaian ikon, indeks, atau simbol tertentu.

Salah satu kata yang banyak mengandung makna pada masyarakat Batak-Toba adalah kata ulos. Menurut filosofi masyarakat Batak-Toba ada tiga unsur yang penting untuk dapat mengharungi kehidupan ini dengan aman sentosa yaitu darah, napas, dan panas.

Sedangkan sumber yang memberi panas kepada manusia adalah matahari, api, dan ulos. Khusus tentang ulos, filosofis masyarakat Batak-Toba tergambar dalam ungkapan yang mengatakan, /Sibahen na las na so dung olo mohop/Sialo na ngali, sitenggang ombun manorop/ yang artinya, ’si pemberi panas yang enak, tetapi tidak pernah membakar dan mengalahkan embun dingin yang merendah’.

Oleh karena itu, ulos bagi orang Batak-Toba berfungsi untuk dapat memberikan hawa yang panas demi kesehatan badan dan menyenangkan perasaan sehingga mampu membangkitakan rasa kegembiraan. Dari pengertian ini, muncul kata mangulosi yang bermakna ‘menyelimuti seseorang supaya panas atau tidak kedinginan badannya’. Semuanya ini menunjukkan lambang, berupa simbol yang amat sesuai dengan adat istiadat Batak-Toba.

Masyarakat Simalungun mengenal sebuah perumpamaan yang cukup popular untuk menyampaikan pesan yaitu, “Songon sanggar i topi dalan, rap marsidung-dungan.” yang artinya, ‘Seperti rumput sanggar yang di tepi jalan, saling menutupi’. Perumpamanaan Simalungun ini ingin menyampaikan makna semangat kegotongroyongan. Kerja sama dan kegotongroyongan dalam kehidupan masyarakat merupakan aspek yang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Simalungun sampai sekarang ini.

Hal itu dapat dilihat dari perilaku sehari-hari masyarakat Simalungun yang apabila ada kesusahaan atau musibah yang menimpa salah seorang anggota masyarakat, kaum kerabat dan handai tolan yang ada di sekelilingnya akan segara membantu dan memberi pertolongan untuk mengatasi kesusahan atau musibah tersebut. Masalah itulah yang dijadikan topik perumpamaan Simalungun tersebut.

Tumbuh-tumbuhan yang diberi nama “rumput anggar” dalam perumpamaan Simalungun ini menjadi simbol yang menggambarkan bahwa manusia pun seharusnya seperti “rumput sanggar” yang selalu tolong-menolong di antara sesamanya kalau menghadapi kesusahan-kesusahan atau musibah-musibah dan bergotong-royong dalam melakukan tugas yang berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat.

Ada sebuah perumpamaan masyarakat Angkola yang menggambarkan budaya untuk hidup bergotong royong dan saling membantu. Perumpamaan Angkola itu berbunyi, “Songon siala sampagul, rap tu ginjang rap tu toru, muda madabu rap margulu, muda malamun saulak lalu.”

Maksud perumpamaan ini adalah kehidupan ini harus dilalui dengan rukun dan damai, kalau senang sama-sama menikmatinya, dan kalau susah sama-sama menderita. Perumpamaan Angkola ini memakai simbol berupa siala sampagul yang berarti ‘kincung sampagul’.

Sifat “kincung sampagul” ini ialah sama-sama ke atas dan sama-sama ke bawah kalau jatuh sama-sama merasakannya, dan kalau telah masak sekali jalan keseluruhannya, tidak sebagian-sebagian. Penggunaan ungkapan “kincung sampagul” dalam perumpamaan ini memang sangat pantas dan tepat.untuk dijadikan contoh dalam kehidupan manusia.

Kata siala sampagul adalah simbol yang amat cocok bagi setiap orang sebab sebagai makhluk sosial, setiap orang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dengan kata lain, kehidupan manusiada;dalam kelompok etnik harus ditata dengan baik sehingga terbina kerukunan. Harus dibina pula kehidupan bersama dengan berpedoman pada norma kehidupan, tata karma, dan juga adat istiadat.

Masyarakat Pakpak-Dairi mengenal satu perumpamaan yang popular dan amat bermakna. Perumpamaan itu berbunyi, “Bage sukat irubeen.” yang artinya ‘seperti keladi yang tumbuh di pinggir jurang.’ “Keladi” di perumpamaan Pakpak-Dairi ini merupakan simbol gotong royong. “Keladi” yang tumbuh di pinggir jurang biasanya berkembang biak secara bergerombol sehingga walaupun datang banjir, rumpun keladi ini mampu menahan tanah agar tidak runtuh.

Perumpamaan ini merupakan simbol untuk menunjukkan bahwa orang yang suka membantu di antara satu dengan yang lain, terutama saat kesusahan, akan hidup penuh dengan kerukunan dan kedamaian yang tentunya sangat didambakan oleh masyarakat Pakpak-Dairi.

Budaya Melayu mengandung unsur ikon, indeks, dan simbol. Umumnya, gambaran ikon, indeks, dan simbol ini menunjukkan jalan pikiran dan jati diri orang Melayu yang berbudi bahasa serta selalu menghormati raja (pemimpin) dan orang tua.

Raja sebagai pemimpin negeri dalam masyarakat Melayu adalah simbol yang harus dihormati bila berada di jalan yang benar dan akan ditentang apabila. berada di jalan yang salah seperti kata peribahasa,/Raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah./ Jadi, raja sebagai simbol penguasa yang menjalankan pemerintahan akan dipatuhi rakyat kalau memerintah dengan adil dan bijaksana. Apalagi mitos bahwa raja adalah wakil Tuhan di dunia masih juga dipercayai oleh masyarakat Melayu.

Masyarakat Nias mengenal perumpamaan yang memakai semut sebagai.simbol. Hal itu tergambar dalam perumpamaan Nias yang berbunyi, “Gegearakho zomenawa, gegewukho zotambu, hafa’usa zisambua, oi fausu ziatu” yang artinya adalah, ‘Bagaikan kumpulan semut, satu mulai menggigit, semut yang lain mengikutinya.’

Perumpamaan ini memakai simbol yaitu semut walaupun makhluk yang kecil, tetapi ada rasa kebersamaan yang kuat dan sikap bergotong royong yang teguh. Gambaran sikap semut yang seperti ini adalah simbol yang menunjukkan bahwa setiap pekerjaan bisa diselesaikan kalau ada kerja sama di antara orang yang mengerjakannya.

Simbol yang mempergunakan semut sebagai binatang kecil yang sangat kuat di dalam nenyelesaikan pekerjaan dengan bergotong royong sebaiknya bisa dijadikan teladan.
Tanda budaya etnik di Sumatera Utara seperti yang sudah diuraikan di atas masih dapat dipergunakan karena masih relevan dan sesuai dengan zamannya.

Namun, ada juga tanda budaya yang berupa ikon, indeks, dan simbol yang harus diperbaiki dan direvisi karena tidak sesuai lagi dengan sikap zaman. Binatang “harimau” yang selalu menjadi simbol keperkasaan, umpamanya, perlu ditinjau lagi karena sekarang ini sudah timbul pandangan negatif terhadap keberadaan dan fungsi “harimau” tersebut. Bahkan, sudah ada pendapat yang menyatakan bahwa “harimau” itu malahan merupakan simbol yang mewakili keganasan serta kebrutalan.

Penutup

Konflik di antara etnik di Sumatera Utara yang menimbulkan perpecahan dapat terjadi melalui ungkapan-ungkapan yang menggambarkan streotipe berbagai etnik dengan nada yang jelek, mengejek, dan terasa merendahkan. Ungkapan-ungkapan seperti, “Mandailing pelit”, “Melayu pemalas”, “Batak-Toba kasar”, dan “Pakpak rendah diri” menggambarkan hal itu.

Untuk itu, perlu adanya kearifan dalam merevitalisasi tanda budaya etnik yang ada di Sumatera Utara ini. Tanda budaya etnik yang negatif sebaiknya dan sudah sepantasnya pula dihindarkan pemakaiannya sedangkan tanda budaya etnik yang positif pula perlu diperkuat sehingga timbul kepercayaan diri yang lebih kokoh pada diri masing-masing etnik di Sumatera Utara.

WIRELESS

Wi-Fi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Wi-Fi merupakan kependekan dari Wireless Fidelity, yang memiliki pengertian yaitu sekumpulan standar yang digunakan untuk Jaringan Lokal Nirkabel (Wireless Local Area Networks - WLAN) yang didasari pada spesifikasi IEEE 802.11. Standar terbaru dari spesifikasi 802.11a atau b, seperti 802.16 g, saat ini sedang dalam penyusunan, spesifikasi terbaru tersebut menawarkan banyak peningkatan mulai dari luas cakupan yang lebih jauh hingga kecepatan transfernya.
Awalnya Wi-Fi ditujukan untuk penggunaan perangkat nirkabel dan Jaringan Area Lokal (LAN), namun saat ini lebih banyak digunakan untuk mengakses internet. Hal ini memungkinan seseorang dengan komputer dengan kartu nirkabel (wireless card) atau personal digital assistant (PDA) untuk terhubung dengan internet dengan menggunakan titik akses (atau dikenal dengan hotspot) terdekat.

Network).

[sunting] Sistem Keamanan Wi-fi
Terdapat beberapa jenis pengaturan keamanan jaringan Wi-fi, antara lain:
WPA Pre-Shared Key
WPA RADIUS
WPA2 Pre-Shared Key Mixed
WPA2 RADIUS Mixed
RADIUS
WEP

[sunting] Popularitas Wi-fi
Di Indonesia sendiri, penggunaan Internet berbasis Wi-Fi sudah mulai menggejala di beberapa kota besar. Di Jakarta, misalnya, para maniak Internet yang sedang berselancar sambil menunggu pesawat take off di ruang tunggu bandara, sudah bukan merupakan hal yang asing.
Fenomena yang sama terlihat diberbagai kafe --seperti Kafe Starbuck dan La Moda Cafe di Plaza Indonesia, Coffee Club Senayan, dan Kafe Mister Bean Coffee di Cilandak Town Square-- dimana pengunjung dapat membuka Internet untuk melihat berita politik atau gosip artis terbaru sembari menyeruput cappucino panas.
Dewasa ini, bisnis telepon berbasis VoIP (Voice over Internet Protocol) juga telah menggunakan teknologi Wi-Fi, dimana panggilan telepon diteruskan melalui jaringan WLAN. Aplikasi tersebut dinamai VoWi-FI (Voice over Wi-Fi).
Beberapa waktu lalu, standar teknis hasil kreasi terbaru IEEE telah mampu mendukung pengoperasian layanan video streaming. Bahkan diprediksi, nantinya dapat dibuat kartu (card) berbasis teknologi Wi-Fi yang dapat disisipkan ke dalam peralatan eletronik, mulai dari kamera digital sampai consoles video game (ITU News 8/2003).
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa bisnis dan kuantitas pengguna teknologi Wi-Fi cenderung meningkat, dan secara ekonomis hal itu berimplikasi positif bagi perekonomian nasional suatu negara, termasuk Indonesia.
Meskipun demikian, pemerintah seyogyanya menyikapi fenomena tersebut secara bijak dan hati-hati. Pasalnya, secara teknologis jalur frekuensi --baik 2,4 GHz maupun 5 GHz-- yang menjadi wadah operasional teknologi Wi-Fi tidak bebas dari keterbatasan (Kompas, 5/2/2004).
Pasalnya, pengguna dalam suatu area baru dapat memanfaatkan sistem Internet nirkabel ini dengan optimal, bila semua perangkat yang dipakai pada area itu menggunakan daya pancar yang seragam dan terbatas.
Apabila prasyarat tersebut tidak diindahkan, dapat dipastikan akan terjadi harmful interference bukan hanya antar perangkat pengguna Internet, tetapi juga dengan perangkat sistem telekomunikasi lainnya.
Bila interferensi tersebut berlanjut --karena penggunanya ingin lebih unggul dari pengguna lainnya, maupun karenanya kurangnya pemahaman terhadap keterbatasan teknologinya-- pada akhirnya akan membuat jalur frekuensi 2,4 GHz dan 5 GHz tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.
Keterbatasan lain dari kedua jalur frekuensi nirkabel ini (khususnya 2,4 GHz) ialah karena juga digunakan untuk keperluan ISM (industrial, science and medical).
Konsekuensinya, penggunaan komunikasi radio atau perangkat telekomunikasi lain yang bekerja pada pada pita frekuensi itu harus siap menerima gangguan dari perangkat ISM, sebagaimana tertuang dalam S5.150 dari Radio Regulation.
Dalam rekomendasi ITU-R SM.1056, diinformasikan juga karakteristik perangkat ISM yang pada intinya bertujuan mencegah timbulnya interferensi, baik antar perangkat ISM maupun dengan perangkat telekomunikasi lainnnya.
Rekomendasi yang sama menegaskan bahwa setiap anggota ITU bebas menetapkan persyaratan administrasi dan aturan hukum yang terkait dengan keharusan pembatasan daya.
Menyadari keterbatasan dan dampak yang mungkin timbul dari penggunaan kedua jalur frekuensi nirkabel tersebut, berbagai negara lalu menetapkan regulasi yang membatasi daya pancar perangkat yang digunakan.

HOTSPOT

HOTSPOT


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Hotspot (Wi-Fi) adalah salah satu bentuk pemanfaatan teknologi Wireless LAN pada lokasi-lokasi publik seperti taman, perpustakaan, restoran ataupun bandara. Pertama kali digagas tahun 1993 oleh Brett Steward. Dengan pemanfaatan teknologi ini, individu dapat mengakses jaringan seperti internet melalui komputer atau laptop yang mereka miliki di lokasi-lokasi dimana hotspot disediakan.
Pada umumnya, hotspot menggunakan standarisasi WLAN IEEE 802.11b atau IEEE 802.11g. Teknologi WLAN ini mampu memberikan kecepatan akses yang tinggi hingga 11 Mbps (IEEE 802.11 b) dan 54 Mbps (IEEE 802.11 g) dalam jarak hingga 100 meter.